CINTA, PENGORBANAN DAN TRAGEDI NYI DASIMA
Pate lembing pate paku,
Seleret daon delima...
Biar kate diseruduk kambing abang mati kaku,
Asal bise idup ame Nyai Dasima...
Seleret daon delima...
Biar kate diseruduk kambing abang mati kaku,
Asal bise idup ame Nyai Dasima...
Sebait syair pantun yg dipopulerkan maestro Betawi almarhum H. Benyamin S berjudul Nyai Dasima, menceritakan betapa seorang lelaki bernama Samiun tergila-gila kepada seorang perempuan yg menjadi primadona Kampung Pejambon di Batavia (1813).
Dasima namanya, gadis molek yang kisah kehidupannya bermula dr kampung Kuripan sebuah desa kecil di Parung, Bogor.
Gadis kampung yg pergi mengadu nasib ke Kampung Curug, Tangerang menjadi babu dan pengurus rumah tangga seorang pengusaha perkebunan Belanda asal Porthmouth, Inggris bernama Edward Williams.
Paras cantik alami dengan leher junjang yg dimiliki Dasima membuat mata setiap lelaki akan terpana dan berusaha untuk memilikinya, tidak terkecuali lelaki Eropa yg telah memiliki isteri seperti Edward.
Dasima dan majikannya, Edward mempunyai hubungan terlarang, terlebih dengan kondisi Bonnet isteri Edward yg sakit2an menjadi alasan Edward utk mendekati Dasima.
Setelah Nyonya Bonnet meninggal, usaha perkebunan yg dikelola Edward tidak lagi berjalan baik hingga kedudukannya sbg ahli perkebunan digantikan oleh orang lain, hal itu yg mendorong Edward harus meninggalkan Curug dan pindah ke Pejambon di Batavia bekerja pada sebuah toko besar milik orang Inggris.
Di Batavia Edward hidup bersama Dasima, merubah status babu Dasima menjadi “bini piaraan” yg waktu itu lazim disebut sebagai Nyai.
Dari hasil hubungan “koempoel gebouw” Edward dan Dasima melahirkan seorang anak perempuan yg diberi nama Nancy Williams, ras Indo yg merupakan hasil campuran dari ayah Eropa dan ibu pribumi.
Meskipun telah melahirkan seorang anak kecantikan Nyai Dasima tidak serta merta menjadi surut, bahkan sebaliknya Nyai Dasima semakin bertambah pancaran pesonanya.
Karena kecantikannya itu pula yang membuat dirinya terkenal ke seantero kampung, hingga Nyai Dasima dijuluki sebagai Kembang Pejambon.
Karena kecantikannya itu pula yang membuat dirinya terkenal ke seantero kampung, hingga Nyai Dasima dijuluki sebagai Kembang Pejambon.
Kecantikan dan pesona Nyai Dasima tidak luput dari perhatian Samiun, lelaki beristri asal Kampung Kwitang yg berprofesi sebagai tukang sado dan Tukang Tadah yang hidupnya serba kekurangan.
Samiun sangat berambisi untuk memiliki Nyai Dasima bukan semata karena kecantikannya saja, tetapi juga harta kekayaan yg dimiliki.
Segala cara dilakukan Samiun untuk mendapatkan Nyai Dasima, mulai dari mengirim Mak Buyung sebagai informan merangkap “Mak Comblang” hingga menggunakan jasa ilmu pengasihan Wak Salihun tetangga kampungnya, yg punya kemampuan ilmu magis.
Usaha Mak Buyung terlihat hasilnya, sebagai babu cuci rumah Tuan Edward ia mampu mengorek keterangan dan mempengaruhi Nyai Dasima.
Meski telah memiliki isteri, nama Samiun selalu disebut2 Mak Buyung sbg sosok pria yg cocok utk teman bersanding hidup.
Hayati isteri Samiun dianggap perempuan yg tdk tahu diri, yg hanya bisa menghabiskan uang hasil jerih payah Samiun di meja judi.
Hal terakhir ini yg membuat Nyai Dasima jatuh iba kepada Samiun, dan Mak Buyung menganggap hal tsb sbg sebuah peluang untuk membuka hati Nyai Dasima utk Samiun.
Ibarat batu keras bila disiram air terus menerus akan hancur, maka demikian pula dengan hati Nyai Dasima.
Hatinya luluh hingga mau menerima pinangan menjadi isteri muda Samiun dengan meninggalkan Tuan Edward begitu saja, namun utk menghindari perseteruan dengan Hayati isteri pertama Samiun, Nyai Dasima tinggal di rumah Mak Buyung.
Nyak Leha ibu kandung Samiun senang bukan kepalang mendengar anak semata wayangnya mendapatkan cinta nyai belanda, senangnya bukan lantaran paras rupanya yg cantik melainkan karena harta kekayaan Nyai Dasima yang cukup melimpah, dapat diandalkan untuk perputaran roda perekonomian keluarganya.
Hal ini pula yang mempengaruhi pemikiran Hayati Si Setan Ceki, harapannya bisa menguras kekayaan madunya itu untuk berfoya-foya menuruti kegemarannya bermain judi sekaligus melampiaskan kekesalannya karena dimadu
Waktu terus berlalu, kekayaan yg dimiliki Nyai Dasima lambat laun semakin habis untuk menopang hidup Samiun dan Nyak Leha.
Belum lagi ia harus menanggung derita karena harta benda yg dimiliki selama menjadi nyai belanda, dikuras habis oleh Hayati yang semakin menggila di meja judi.
Merasa lumbung uangnya sudah tidak bermanfaat lagi, Hayati dan Nyak Leha menyudutkan Samiun perihal keberadaan Nyai Dasima yg kini berbalik menjadi beban hidup keluarga.
Samiun yg merasa terpojok berfikir untuk mencari jalan pintas utk menghabisi nyawa Nyai Dasima, namun ia tidak mau melakukannya dengan tangannya sendiri.
Teringat seorang sahabatnya yg bernama Bang Puasa pembunuh bayaran Kwitang, segeralah Samiun menghubungi Bang Puasa dan mengatur siasat utk membunuh Nyai Dasima.
Suatu hari Nyai Dasima ingin pulang ke Kampung Kuripan, namun Samiun merayunya dan mengajak menonton pertunjukkan cerita Amir Hamzah di Kampung Kwitang hingga akhirnya Nyai Dasima menuruti kemauannya.
Ketika malam menjelang, Samiun dan Nyai Dasima bergegas pergi. Dengan sebatang obor berdua saling berpegangan tangan melalui jembatan Kwitang, meniti perlahan membelah jalan di kegelapan malam.
Di tengah jembatan tiba2 Samiun mempercepat langkahnya hingga meninggalkan Nyai Dasima, sementara Nyai Dasima yg sedari tadi berjalan sambil melamun menjadi kaget dan berteriak memanggil nama suaminya itu.
Belum sampai langkah Samiun di ujung jembatan, sontak terdengar suara jeritan Nyai Dasima. Dengan goloknya Bang Puasa memenggal kepala Nyai Dasima hingga tercebur dan terbawa arus sungai. Maka tamatlah riwayat Kembang Pejambon itu.
*Nyai Dasima karya S.M. Ardan, dan Rahmat Ali. *
Komentar
Posting Komentar